Senin, 11 Juli 2011

Mentari


Sosoknya makin tegar dihadapan mata orang banyak. Dihadapan kami, matanya tampak tak berkristal. Masih tenang dan anggun. Bilakah dia mengesudahi kesedihan itu?

sore hanya menyisakan sedikit cahaya. Perlahan mentari akan meninggalkan buana, tempat dimana dia berjuang menyinari sepenuh tenaga. Mentari dan sore, seperti kala ini. sisa-sisa tenaga masih tersisa, tapi dia meniadakan rasa lelah itu, meniadakannya dihadapan kami. Dia seperti memiliki mataharinya sendiri, mungkin bisa juga membuat dan memasangnya dilangit-langit kehidupannya. Tapi sayangnya kami kehilangan mentari itu. sebuah mentari yang menemani langkah kami sehari-hari. Mentari yang mencairkan kebekuan putus asa kami. mencairkan penat dan juga beban pikiran? sekali lagi, ia nampak tak pernah tergoyahkan. Kokoh, tanpa air yang menetes.

Suasana haru, bahkan bila engkau mengenal tsunami, ini bahkan lebih dahsyat. Kami kehilangan pagi di sore hari. akibatnya air mata tak terbendung, air yang semula mengkristal pecah, meleleh menetes menuruni pipi hendak mengerumuni tanah yang sedari tadi mendengar jerit hati yang tak pernah terucap oleh bibir. mungkin ia berhasil membaca bahasa hati kami. Tapi sekali lagi aku melihat, sosok itu kokoh, tanpa suatu apa yang menderai."saya benci kata selamat tinggal!!! dan saya tak pernah ingin mengucapkannya, saya tak ingin mengucapkan kata selamat tinggal.!!" rentetan kata yang masih terngiang, mewakili kami yang hadir disini. setengah tak percaya, mosi kami kepada keadaaan yang ada. Benarkah kami harus kehilangan matahari itu?benarkah? tapi sosok itu tetap kokoh. Diam.

"hubungan kita secara formal memang terpisahkan, tapi secara emosional, kita adalah keluarga selamanya"

pikiranku meloncat-loncat. entah bagaimana dengan yang lain, mungkin jadi sama. bilakah mentari itu tak terbit esok hari?aku melihatnya kembali. tapi sekarang ia bungkam tanpa kata. Tiadakah air mata dimatanya? keringkah muara air yang berada dimatanya? atau mungkin ia semakin kokoh melihat kepiluan kami disore ini?

dan berakhir sudah, pada akhirnya kami pasrah. Keadaan tak bisa kami rubah. kami kehilangan mentari. terpukul, lemah dan tak berdaya. tapi masih ada esok hari, dan kami telah berjanji untuk memperbaiki dan lebih berprestasi esok hari. selkali lagi aku mendapati ia begitu kuat kehilangan mentari. tak seperti kami.

kami lantas beranjak, aku mendapati ia memeluk mentari itu erat. memeganginya erat lalu teisak.
oh, ia juga manusia.

Tidak ada komentar: