Sabtu, 16 Juli 2011

Nona Dan Pikiran

Nona, Udara yang mengalir dari sela-sela belikat dan rusuk bukanlah sesuatu yang biasa 
jika anda melakukannya





Anda tak pernah mau mengerti betapa originalnya anda. Selalu berjalan mengurung diri, berbisik lembut pada pasir, serta menghela nafas panjang bukan bagian dari anda. Mengapa sebegitu lelahnya anda?

Udara yang mengalir dari sela-sela belikat dan rusuk bukanlah sesuatu yang biasa jika anda melakukannya, karena nona, anda tek pernah mengerti, terkadang tersenyum kecut, senyum pedas senyum manis, namun tak jarang senyum pahit mengisi harimu. Senyum pahit adalah senyuman yang paling sering kau berikan. Sebuah senyum ketulusan dari bibir, hanya dibibir, hanya sebentuk mencibir dan bukan tulus dari dalam hati.

Nona, satu pesan untuk anda: kenalilah udara yang sering berputar, berpendar mengelilingi anda. Ya, itu bukan saya, bukan aku dan bukan ane, bukan I bukan ich, bukan watashi wa, bukan inyong, bukan kula, bukan beta bukan siapa-siapa. Nona, betapa originalnya anda sehingga tak ada satupun bagian dari anda yang akan terbagi atau justru anda yang akan membaginya?

****

”Hey aku tadi meminumnya” beberapa gelas kutenggak sambil berucap.
Takan ada alasan, bahkan jika kau mau, alasan tersebut akan keluar sendiri secara perlahan keluar dari hutan dengan melata, mengadu badan dengan tanah, membuang sisik permasalahan dari pikiran. Hey, jikalau memang sisik bisa diremajakan, mengapa tidak kita minta saja agar pikiran kita memiliki sisik, yang selalu berubah berganti kulit manakala kita sedang dalam kondisi kebingungan. Namun itu tak mudah.

Nona bermata sipit itu berjalan melenggok, aku tahu karena beberapa waktu lalu mengenalnya. Tapi mataku yang merah membuat pandanganku kabur dan terasa sangat melelahkan. Sempat aku berbicara banyak hal, bercerita tentang warna-warna nada dan tangga-tangga mana yang belum pernah dinaiki, beberapa nuansa dan panorama yang belum pernah terpegang serta satu buah solusi yang tak pernah dihadapi siapaun di alam ini.

Uh, nona itu baru saja melibas beberapa durian, tak kusangka sebegitu tegarnya ia. Namun aku terlanjur berkunang-kunang, jatuh limbung. Aku hanya penjaga kedai yang terlalu pemabuk, termakan oleh suasana romantisme kerja yang hangat dan memuakkan. Aku sering larut didalamnya, namun nona itu seakan mengerti, bukan karena siapa-siapa, hanya karena kita sempat berbicara, tanpa saling mengenal. Dan bilakah nona itu pergi? Dan keesokkan harinya aku benar-benar hanya mendapati busananya saja.

Tidak ada komentar: